Membaca Nusantaraku
blog ini menbahas sejarah agama dan budaya Nusantara, yang cukup relefan dan terpercaya dari sumber terpercaya.
Kamis, 09 April 2015
Sabtu, 28 Maret 2015
HISTORIOGRAFI PERADABAN DAN KEBUDAYAAN
HISTORIOGRAFI PERADABAN DAN KEBUDAYAAN
MAKALAH
Diajukan
sebagai salah satu tugas kelompok mata kuliah Historiografi Umum yang dibina oleh
Drs. Fajriudin M.Ag./ Wahyu Iryana M.Ag
Drs. Fajriudin M.Ag./ Wahyu Iryana M.Ag
oleh
: Naurid .M. Rifa’i Ilyasa (1155010083)
(SPI/ IV-C)
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB
DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG
DJATI
BANDUNG
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah
SWT yang telah mencurahkan rahmat pada kami selaku penulis untuk menghadirkan
sebuah makalah yang berkaitan dengan mata kuliah Historiografi Umum guna membuka cakrawala ilmu tentang masyarakat sebagai perisai kehidupan
yang memberikan jalan terbaik bagi kehidupan kita.
Selesainya
makalah ini selain untuk memperkaya khazanah kepustakaan keilmuan terutama
tentang kajian Historiografi
peradaban dan kebudayaan Makalah
ini penulis persembahkan kepada pembaca agar dapat memahami dengan mudah mengenai Historiografi peradaban dan kebudayaan. Namun
dengan adanya makalah ini penulis tak lupa mengharapkan kritik dan saran guna
membangun interaksi sosial yang baik
antara penulis dan pembaca agar pada kesempatan yang akan datang penulis dapat
melahirkan karya ilmiah yang lebih baik dari sebelumnya.
Bandung, 10 Oktober 2016
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Historiografi sebagai sebuah kajian
dalam ilmu sejarah merupakan salah satu metode yang digunakan oleh para
sejarawan dalam merealisasikan data dan fakta sejarah yang ada menjadi sebuah
produk sejarah yang sempurna. Bahkan ada yang mengatakan bahwa historiografi
adalah sejarah dari sejarah. Dengan ilmu
historiografi akan dibahas hasil-hasil dari penulisan sejarah, dari sejak
manusia menghasilkan suatu karya sejarah bagaimanapun sederhana bentuknya,
seperti cerita rakyat, legenda, mitos dan sebagainya sampai pada karya sejarah
modern.[1]
Dalam memformulasikan sebuah peristiwa sejarah, seorang sejarawan akan
menggunakan beberapa ilmu bantu yang ia gunakan sebagai katalisator dalam
rekonstruksi peristiwa sejarah. Historiografi atau sejarah penulisan peristiwa
sejarah berkaitan erat dengan aspek geo-histori dan geo-politik dari
sang penulis sejarah. Dalam kesempatan kali ini, penulis akan membahas mengenai
Perkembangan Historiografi Barat dengan sub-kajian mencakup: kemunculan sejarah
sebagai ilmu dan penulisannya, periodisasi penulisan sejarah Barat, kosmologi
dan weltanchaung (world view) historiografi Barat hingga tokoh
sejarawan klasik dan karya sejarahnya. Hegel dan Karl Marx
mengatakan sekalipun sejarah berputar sebagai siklus tetapi ahirnya sejarah dan peradaban akan berhenti pada
suatu titik
di mana liberal
state telah tercapai.
kebobrokan kapitalisme yang tidak lagi ditoleri.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa
objek kajian ilmu sejarah Barat?
2. Seperti
apa peradaban dan kebudayaan menurut barat atau Keristen dan Islam?
1.3TujuanPenulisan
1. Untuk memahami objek kajian ilmu sejarah
Barat!
2. Untuk
memahami peradaban dan kebudayaan menurut barat atau Keristen dan Islam!
BAB II
PEMBAHASAN
1.
2.
A. Objek Kajian
Ilmu Sejarah Barat
a. Humanisme
Humanisme berasal dari latin (humanis;manusia, Isme
adalah paham atau aliran).
Pertama, nama dari
suatu aliran kebudayaan dikalangan kaum terpelajar yang mencapai
kejayaan pada abad ke-15 di
Italia dan abad
ke-16 di negara-negara lain.
Bertujuan mengembangkan segi
rohaniah pada manusia secara mandiri
menurut pola-pola dalam kebudayaan
dan kesustraan klasik.
Tokoh yang terkenal
antara lain. Petrarka, Boccacio,
Pico Della, Mirandola.
Kedua, humanisme modern yaitu pandangan hidup yang ingin
memahami manusia dan kemanusiaan sebagai
dasar dan tujuan
dari segala pemikiran ilmu
pengetahuan kebudayaan dan agama. Humanisme ini adalah penerusan dari
humanisme kuno yang sudah berabad-abad umurnya.[2]
Mangun Harjana dalam bukunya : Isme-Isme Dari A Sampai Z mengatakan
pengertian humanisme adalah pandangan
yang menekankan martabat manusia dan kemampuannya. Menurut
pandangan ini manusia bermartabat luhur, mampu menentukan
nasib sendiri dan dengan kekuatan sendiri
mampu mengembangkan diri
dan memenuhi kepatuhan
sendiri mampu mengembangkan diri
dan memenuhi kepenuhan eksistensinya menjadi paripurna.[3]
Pemakaian
Istilah Dalam Sejarah Filsafat
1.
Doktrin protagoras mengatakan manusia
sebagai ukuran. Dengan begitu
kontras dengan bermacam bentuk
absolutisme, khususnya yang bersifat epistemologis.
2.
Dalam
renaisance, istilah ini menunjukan gerak
balik kepada sumber- sumber Yunani, dan kritik individual
serta interpretasi individual kontras dengan tradisi skolatisisme dan otorita
religius.
3.
Pada abad kemudian, istilah itu dipakai
dalam kontras dengan teisme, dan menempatkan
manusia sumber kebaikan
dan kreativitas. August Comte adalah contoh yang ekstrim
pengunaan seperti ini. Ia memformulasikan
suatu kerangka eklesialistikal untuk
”agama humanis.“
4.
Dalam
pengunaan F.C.S Schiller
dan William James,
humanisme diangkat sebagai pandangan
yang bertolak belakang dengan absolutisme filosofis.
Ini tidak kembali
kepandangan protagoras.
Alasannya pandangan Schiller dan James dipandang melawan hal-hal absolut metafisis
dan bukan yang epestimologis,
yaitu melawan dunia tertutup idealisme
absolut. Oleh karena
itu, penekanannya pada
alamatau dunia yang terbuka, pluralisme dan kebebasan manusia.[4]
Pembagian sejarah
humanisme oleh Said
Tuhuleley dalam bukunya Masa Depan Kemanusiaan menjadi
tiga periode:
a) Zaman Antik
Orang romawi 2000 tahun yang lalu menggunakan kata
humanis untuk menunjukan cita-cita
yang mengusahakan pengembangan tertinggi etis kultural
kekuatan-kekuatan manusia dalam
bentuk secara estetik sempurna, bersama dengan sikap baik hati dan kemanusiaan. Tokoh Cicero
(106-43SM) cita-cita humanisme
berkembang dalam stoa
dengan tokohSeneca dan Marcus
Aurelius[5]
b) Pra-Renaisance, Abad ke 14-16
Tahap inilah barangkali kunci kelahiran abad modern,
abad ke- 14 Italia dunia kristiani mulai
menemukan cita-kemanusiaan Yunani
dan Romawi. Seni klasik
mulai berkembang terutama
patung-patung tubuh manusia
memberi sumbangan besar seni di zaman itu. Manusia mulai ditempatkan sebagai pusat
perhatian. Pendidikan dipandang sebagai pengembangan manusia, manusia dianggap
tolak ukur kewajaran kehidupan pada waktu itu tek kuno dalam filsafat mulai
diteliti sastra dan diterjemah[6]
Peran
Paus di Roma
ikut dalam gerakan
diusahakan mendamaikan agama kristiani
dengan kebudayaan kuno
(Socrates dan Plato). Ciri
periode ini adalah
wawasan yang luas,
optimis penolakan terhadap kepicikan
dan keadilan usaha.
Dua tahap humanisme
itu merupakan tahap pertama kearah sekularisasi dunia eropa tengah dan barat tokoh puncak humanisme adalah Trasmus
dan Rotterdam (1466-1536).[7]
c) Tahap Humanisme Modern
Humanisme untuk sebagian bangsa eropa berpengaruh
terutama dalam kehidupan rohani.
Mendorong gereja mentranformasikan diri
dari dalam dan mencoba kedalam hidup batin disisi lain.[8]
Di abad 15 dan renaisance diabad 16 kita menyaksikan
gerakan pembaharuan religius eropa. Di eropa utara devotia moderne mengusahakan
pendalaman mistis, kita menyaksikan kelompok yang melakukan tapa.
Kehidupan katolik di
abad 16 ditandai
oleh kelompok mistik
dan hidup rohani, Santa
Theresia dan Avila,
Santo Johanes dan
Cruz dan Santo Ignasius dari Yolala.
Yaitu terahir mendirikan orde
serikat. Yesus (Orde Yesui) yang
akan membawa perubahan
katholik disemua front
sedang peristiwa penting dan
dasyat adalah reformasi
protestan, Martin Luther, Jean
Calvin dan Ulricl
Zwiaghi. Reaksi terhadap
abad yang kacau
balau adalah munculnya zaman
pencerahan sejak pertengahan
abad ke 7. Pencerahan, “ keluarnya
manusia dari ketidakdewasaan yang
disebabkan diri sendiri “ (kant) semakin melawan tradisi-tradisi
religius dan politis atas nama akal
budi. Pencerahan melahirkan
tahap ketiga humanisme
yangsampai sekarang merupakan salah satu dalih dari kerohanian barat.[9]
Abad
pertengahan berahir sesudah
abad pencerahan abad
15 dan 16. Kata
“renaisance“ berarti kelahiran
kembali yang dimaksud dengannya adalah usaha untuk menghidupkan kembali
kebudayaan klasik (Yunani dan
Romawi) Pada saat orang mencari alternatif
untuk kebudayaan tradisional (yang sama
sekali diresapi suasana kristiani perhatian diarahkan kepada satu-satunya kebudayaan yag lain yang meraka kenal,
yaitu kebudayaan Yunani dan
Romawi. Kebudayaan itu
sangat mereka dewa-dewakan
dan diambil sebagai contoh untuk segala bidang kultural.[10]
Sudah Abad 14 renaisance mulai
berkembang dalam dunia kesustraan Italia. Tokoh pertama yang mengarang Petrarca
(1304-1374) dan Boccacio (1313-1375) Terutama dalam bidang sastra pra waktu itu
terdapat apa yang disebut humanisme gerakan yang mencari inspirasi dari
kesustraan klasik Yunani dan
Roma. Seorang humanis
adalah seorang sarjana
yang mendalami sastra dan kebudayaan Yunani dan Romawi.[11]
Sementara itu
karena datangnya sarjana-sarjana Yunani
di eropa, timbulah minat orang terhadap kebudayaan Yunani pada khususnya dan kebudayaan kuno di
dunia, itulah dianggap kebudayaan yang sempurna. Masa ini dikenal dalam sejarah
lalu kembali kezaman kuno atau
renaisance. Dalam hal ini filsafat tidak ketinggalan orang tidak lagi
memusatkan perhatiannya pada Tuhan dan
surga, melainkan kepada dunia dan manusia sebagai puncaknya. Manusia
didewa-dewakan, manusia tidak hanya pusat pandangan. Disana-sini manusia adalah
tujuan. Aliran yang memusatkan perhatianya pada manusia disebut humanisme.
Mungkin terjadi dalam kelompok ini
bahwa manusia menjadi kelompok
tertinggi yang lain tidak ada.
Maka humanisme ini menjadi humanisme
tanpa Tuhan tetapi tidak
semuanya atheis.[12]
Humanisme barat berkembang dalam dua
bentuk sebagai humanisme moderat dan
sebagai humanisme anti
agama. Humanisme moderat
menjunjung tinggi keutamaan manusia yang
luhur seperti kebaikan hati,
kebebasan hati, wawasan
yang luas, keterkaitan
dengan seni, universalisme
(Nilai budi dijunjug tinggi). Merasa dekat dengan alam, penolakan fatalisme,
toleransi positif, Tokoh peyair Jerman Goeth, Schiller serta Wilhelm Von
Humbold.[13]
Humanisme anti agama
dipahami sebagai takhayul
atau keterikatan manusia
padairasionalitas sehingga manusia dapat
menemukan dirinya jika ia
melepaskan diri dari
agama.Tokoh humanisme atheis Ludwig Feurbach (1804-1872) yang
memakai agama sebagai keterangan manusia. Karx Marx memandang agama sebagai
candu masyarakat. Disebut juga
Friederic Nietzsche, Sigmund
Freud (agama sebagai
ilusi) dan Jean Paul Sartre.[14]
Rasio dipandang sebagai kekuatan yang
dimiliki oleh manusia untuk mengenali
realitas, untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi, moralitas,
estetika, menentukan arah hidup,
perkembangan sejarah, memecahkan masalah ekonomi.[15]
Sesungguhnya antroposentrisme,
humanismemuncul dengan datangnya rasionalisme
yang tidak lagi
percaya bahwa hukum
alam besifat mutlak. Rasionalisme
inilah yang melahirkan
renaisance suatu gerakan membangun
kembali manusia dari
kungkungan mitologi dan dogma.
Cita-cita renaisance adalah
mengembalikan kedaulatan manusia yang
selama berabad-abad dirampas
oleh dewa dan
mitologi untuk mengusai
nasibnya sehingga kehidupan berpusat
pada manusia bukan pada Tuhan.[16]
Filsafat
zaman kuno “Kosmosentris“ dan
filsafat abad pertengahan
“teosentris” maka filsafat abad modern lebih “antroposentris.” Dalam zaman kuno
dicari arce “asal ” unsur induk dari kosmos sebagai asal yang
ditujukan misalnya “atom-atom,“ “air”,
“materi berjiwa,” atau “angka-angka. ”Juga“
yang illahi“ asal
segala sesuatu. Pada
Plato yang illahi digambarkan
“ide kebaikan“ Pada
Aristoteles sebagai “sebab
dari dirinya sendiri.” Pada
Plotonus “Yang Maha
Esa“ masih sangat
abstrak konsepsi mereka tentang alam dan Tuhan.[17]
Berbeda dengan abad pertengahan, di mana
Allah ditunjukan dengan arce alam semesta.
Allah itu pencipta
dan alam ini diciptakanya. Yang illahi
sekarang tidak lagi
yang abstrak: yang
illahi sudah konkrit: Allah itu
Tuhan dari kitab
suci, Allah yang dihadapi
manusia sebagai “engkau“ Allah
tidak lagi transenden
yang menentukan nasib
manusia Allah justru penyelenggara yang menyelamatkan manusia.[18]
B. Identitas Kebudayaan Islam
Dalam ilmu antropologi, kebudayaan adalah
bentuk ungkapan tentang semangat yang mendalam dari suatu masyarakat. Sedangkan
manifestasi-manifestasi dari kemajuan mekanis dari teknologi hal demikian lebih
berkaitan dengan konsepsi peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak
direfleksikan dalam seni, sastra, agama dan moral, maka peradaban terefleksi
dalam politik, ekonomi dan teknologi.
Kebudayaan mempunyai tiga wujud: Pertama,
Wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek individu, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Kedua, Wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek
aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Ketiga, Wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda
hasil karya.
Para pakar sepakat bahwa kebudayaan adalah semua hasil
karya, karsa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat akan menghasilkan
tekhnologi dan kebudayaan kebendaan yang diperlukan manusia untuk menguasai
alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan
masyarakat. Karsa merupakan daya
penggerak (Drive) untuk memotivasi manusia dalam memikirkan segala
sesuatu yang ada dihadapan dan lingkungannya. Disamping itu Karsa masyarakat
dapat merlahirkan norma dan nilai-nilai yang sangat perlu untuk tata tertib
dalam pergaulan kemasyarakatan. Untuk menghadapi kekuatan-kekuatan buruk,
manusia terpaksa melindungi diri dengan cara menciptakan kaidah-kaidah yang
pada hakekatnya
merupakan petunjuk-petunjuk tentang cara bertindak dan berlaku dalam pergaulan hidup. Kebudayaan pada setiap bangsa atau masyarakat terdiri
atas unsur-unsur besar dan unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari satu
keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Selo Soemarjan dan Soelaiman
unsur-unsur kebudayaan meliputi: alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga
dan kekuasaan politik. Sedang unsur-unsur kebudayaan menurut C.Kluckhon sebagaimana
dikutip oleh Koentjaraningrat adalah:
§ Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, rumah, alat-alat
transportasi)
§ Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi
§ Sistem
kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi, politik, hukum)
§ Bahasa
(lisan dan tulisan)
§ Kesenian
(seni rupa, seni suara, dan seni gerak)
§ Sistem
pengetahuan
§ Religi
(sistem kepercayaan).
Effat al-Sharqawi mengatakan
bahwa kebudayaan adalah bentuk ungkapan semangat mendalam dari sebuah nilai
yang terdapat dan mendarah daging pada suatu masyarakat. Sedangkan manifestasimanifestasi
kemajuan mekanis dan tekhnologi lebih berkait dengan peradaban. Selanjutnya Sharqowi
berpendapat bahwa kebudayaan adalah apa yang kita rindukan (ideal),
sedangkan peradaban adalah apa yang kita pergunakan (real). Dengan kata
lain, kebudayaan terefleksi dalam seni, sastra, religi dan moral. Sedangkan
peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan tekhnologi.
Kaum muslimin adalah pembawa Islam mencapai kemajuan dalam
penulisan sejarahnya. Mereka menempatkan sejarah sebagai sebuah ilmu yang
bermanfaat, dan sejarawannya telah menuliskan banyak buku. Pertama-tama, karya
sejarah yang palbanyak dikarang adalah dengan tujuan mengambil manfaat dan
teladan, karena mereka mendapatkan hal yang sama dalam al-Quran tentang
kisah-kisah umat-umat yang telah lalu.[19]
C. Sekilas Tentang Muhammad Iqbal
Tokoh ini mempunyai nama lengkap dan biasa dipanggil dengan sebutan
Muhammad Iqbal. Ia lahir di Sialkot, kawasan Punjab pada tanggal 9 Nopember
1877. Kawasan ini
sebelum tahun 1947 masih termasuk wilayah India. Kemudian setelah Pakistan menyatakan berpisah dari India pada tahun 1947
sebagai negara
merdeka,kawasan ini secara
otomatis
masuk
dalam wilayah
Pakistan.[20] Akan tetapi, oleh
karena Muhammad Iqbal
meninggal sembilan tahun sebelum Pakistan menyatakan
kemerdekaannya, maka banyak
para pemerhati
Iqbal memasukkan beliau sebagai seorang pembaru dari India, bukan Pakistan.[21] Leluhur Muhammad
Iqbal berasal dari keturunan yang beragama Hindu daerah Kasymir dari kasta Brahmana,
tapi mereka telah masuk Islam beberapa
generasi sebelumnya.[22]Ayah Muhammad Iqbal
bernama Nur Muhammad, seorang pedagang
Muslim
yang taat beragama dan
sufi, sedangkan
ibunya bernama Imam Bibi. Kedua orangtuanya dikenal memiliki kesalehan yang dapat
dipercaya.
Kesalehan ini tentunya dapat dipastikan mempunyai pengaruh yang kuat dan mendalam bagi pembentukan kepribadian Iqbal.
Sistem pendidikan Barat dan
sistem pendidikan tradisional telah dikritik Iqbal dengan tajam. Kritik ini dilakukan karena ia
berpandangan bahwa pendidikan merupakan bagian yang tak
dapat dipisahkan dari peradaban manusia, bahkan pendidikan merupakan substansi dari peradaban manusia.35 Pendidikan menurut Iqbal sesungguhnya bertujuan membentuk “manusia” sejati.36 Dalam hal ini Muhammad Iqbal
memandang sistem
pendidikan
yang
ada telah gagal mencapai tujuannya. Pendidikan yang ideal menurutnya adalah pendidikan yang mampu memadukan dualisme secara sama dan
seimbang, antara aspek keduniaan
dan aspek keakhiratan. Dua sistem pendidikan yang ada, yaitu sistem pendidikan
tradisional (Islam) dan
sistem pendidikan Barat (Kristen) dalam perspektif Iqbal kiranya belum dapat mewujudkan pendidikan yang ideal ini.
D. Riwat Bertrand Athur William Russell
(1872-1970)
dilahirkan dalam suatu keluarga bangsawan yang terkemuka, Lord John Russell, yang pernah menjadi perdana
menteri Inggris mewarisi gelar Earl yang cukup terpandang dalam keluarga
bangsawan Inggris.Pada usia
umur 2 dan 4 tahun berturut-turut ia kehilangan ibu dan ayahnya. Dia dibesarkan
dirumah orang tua ayahnya. Bertrand
Russell adalah seorang pribadi yang sangat cemerlang di dunia filsafat
kontemporer. Dan ia pernah di penjara saat peristiwa perang dunia ke-1,
dikarnakan Bertrand adalah seorang
filsuf yang menganut faham pasifisme(anti perang). Dalam memahami sejarah Russell
sering menggunakannya untuk keseimbangan dalam mempelajari ilmu filsafat dan
bahkan ia berpendapat bahwa Islam merupakan ensiklopedi bagi perkembangan
kebudayaan mausia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
dalam memahami historiografi sebagai peradaban dan kebudayaan terbagi kedalam
dua perspektif, yaitu Barat(keristen) dan juga perspektif Islam. Perbedaan
antara keduanya adalah, menurut Barat peradaban dan kebudayaan harus kembali
mempelajari seni dari eropa yaitu Yunani dan Romawi. Hal itu telah terjadi
ketika peristiwa Rinaesance di Italia pada abad 13.
Sedangkan menurut Islam
bahwa peradaban dan kebudayaan bisa dicapai dan berjaya apabila membaca kembali
tentang sejarah raja- raja Islam terdahulu yang pernah berjaya dan juga kembali
memahami Quran dan Sunah Nabi Saw. M. Iqbal menilai kejayaan peradaban dan
kebudayaan, bisa diproleh dengan menyeimbangkan pendidikan Islam dan barat. Bertrand Athur William Russell berpendapat Islam merupakan
ensiklopedi sejarah dan peradaban manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2000. Filsafat Manusia (Memahami Manusia Melalui
Filsafat), Rosda, Bandung,
Bagus,Loren.2000. KamusFilsafat,PTGramedia PustakaUtama, Jakarta,
Hamersme, Harry. 1992. Tokoh Filsafat Barat, PT Gramedia,
Jakarta,
Harjana, Mangun. 1997. Isme-Isme Dari A Sampai Z, Kanisius,
Yogyakarta,
K.Bertens,1975. RingkasanSejarahFilsafat,Kanisius,Yogyakarta,
Kuntowijoyo,1998.
ParadigmaIslamInterpretasiUntukAksi,Mizan, Bandung,
Poedwijatna,1994. PembimbingKearahFilsafat,RinekaCipta,Jakarta,
Shadly, Hasan. Ensiklopedi Indonesia, PT Ichtiar Baru-Van Voeve, Jakarta, Edisi
khusus
Tuhuleley, Said. dll, 2003. Masa Depan Kemanusiaan, Jendela,
Jakarta,
[1]Drs.
Agust. Supriyono, MA., DIKTAT,
Historiografi Eropa Barat Abad Tengah & Modern, Jurusan Sejarah,
Fakultas Sastra, Universitas Diponegoro, Semarang, 2003, hlm. 1
[3]Mangun Harjana, Isme-Isme Dari A
Sampai Z, Kanisius, Yogyakarta,1997. hal. 93.
[15]Zainal Abidin, Filsafat Manusia
(Memahami Manusia Melalui Filsafat),Rosda, Bandung, 2000, hal 224
[17]Harry Hamersme, Tokoh Filsafat
Barat, PT Gramedia, Jakarta, 1992, hal. 42.
[19]
Poedwijatna, PembimbingKearahFilsafat, RinekaCipta,Jakarta,1994, hlm.14.
[20]Baca Danusiri, Epistemologi
dalam Tasawuf Iqbal (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), h. 3.
Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual, alih bahasa Ahsin Mohammad (Cet. I; Bandung: Pustaka, 1985), h. 62
[22]
Miss
Luce-Claude
Maitre, Pengantar
ke Pemikiran Iqbal,
alih
bahasa
Djohan
Efendi (Cet. IV; Bandung: Mizan, 1992), h. 13.
Langganan:
Postingan (Atom)